
YOGYAKARTA, PSIMJOGJA.ID – Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) bersama Konfederasi Sepak Bola Asia (AFC) menggelar sosialisasi pencegahan pengaturan skor (match fixing) secara daring pada Selasa (9/12) pukul 14.00 WIB.
Seluruh pemain dan ofisial PSIM Jogja turut hadir dalam agenda penting ini, bergabung dengan perwakilan klub lain peserta kompetisi BRI Super League dan Pegadaian Championship musim 2025/26.
Kegiatan ini bertujuan menjaga integritas kompetisi sepak bola nasional dari ancaman manipulasi pertandingan. Dua pemateri utama hadir dalam sosialisasi ini, yaitu Yazid Zakaria dari AFC Integrity dan Muhammad Rahmawan dari PSSI.
Yazid membuka sesi dengan memaparkan bahaya laten dari praktik pengaturan skor (match fixing). “Pelanggaran dalam sepak bola memang mampu mengancam sportivitas, tetapi pengaturan skor adalah ancaman terbesar bagi sportivitas itu sendiri,” tegas Yazid.
Ia menjelaskan bahwa sepak bola kerap dijadikan alat oleh pihak tidak bertanggung jawab untuk tujuan ilegal. “Mereka menggunakan pasar taruhan untuk mencuci uang hasil kejahatan dari sektor lain,” ungkapnya.
Menurut Yazid, modus operandi yang paling umum dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan sengaja mengalah dalam sebuah pertandingan. “Cara termudah untuk mencapai tujuan match fixing adalah kalah dalam laga sepak bola,” tambahnya.
Sasaran para mafia bola ini pun bukan sembarang pemain, melainkan sosok-sosok vital di dalam tim. “Para pengatur skor (match fixers) biasanya tidak langsung mendekati pemain sembarangan. Mereka mendekati orang-orang yang berpengaruh, seperti kapten tim, pelatih, hingga manajer,” jelas Yazid.
Teknologi Canggih dan Sanksi Berat
Guna memerangi praktik kotor ini, AFC kini menggunakan teknologi pemantauan pasar taruhan global yang sangat presisi. Yazid mengungkapkan bahwa deteksi dini dilakukan melalui kerja sama dengan sistem canggih bernama Universal Fraud Detection System (UFDS).
“Bagaimana AFC mendeteksi ini? Kami bekerja sama dengan sistem bernama UFDS,” ujar Yazid.
Dalam sosialisasi tersebut, para peserta juga dibekali prinsip pertahanan diri yang disebut 3R, yaitu Recognize (kenali), Reject (tolak), dan Report (laporkan). Pemain diwajibkan segera melapor kepada otoritas jika menerima tawaran mencurigakan. Keberanian melapor adalah kunci utama memutus rantai mafia bola.
PSSI memastikan alur pelaporan kasus akan berjalan sistematis dan terintegrasi langsung dengan badan sepak bola dunia (AFC hingga FIFA).
“Pelaporan bisa dilakukan melalui sistem yang sudah disediakan oleh AFC,” jelas Muhammad Rahmawan.
Hukuman berat menanti siapa saja yang terbukti terlibat dalam konspirasi pengaturan skor. Kode Disiplin PSSI menetapkan sanksi tegas berupa denda minimal Rp1 miliar dan larangan beraktivitas di dunia sepak bola seumur hidup.
Sosialisasi ini menjadi peringatan dini yang serius bagi seluruh pelaku sepak bola Indonesia. PSIM Jogja berkomitmen penuh mendukung langkah federasi dalam memberantas praktik match fixing demi sepak bola yang bersih dan berintegritas.
