Tahun 2005 jadi kenangan yang indah bagi Azhari. Pria kelahiran Pidie Aceh ini menjadi salah satu pencetak gol di final Divisi Satu tahun 2005. Meskipun hanya dua musim bersama Laskar Mataram, banyak kenangan yang membekas di benak Azhari selama hampir dua dekade. Berikut secuil kisah yang dibagikan gelandang serang kelahiran 12 Juni 1974 tersebut.
Halo Azhari, kesibukannya apa sekarang?
Saat ini saya menjadi pegawai Perumda PDAM Tirta Daroy Banda Aceh. Alhamdulillah saya ada jabatan di sini. Mungkin sekitar 6 tahun lagi saya sudah pensiun.
Bagaimana cerita bisa bergabung dengan PSIM Jogja?
Saya bergabung dengan PSIM Jogja selama dua musim, waktu itu pas pagelaran Divisi Satu 2005 dan naik ke Divisi Utama 2006.
Bulan November 2004 saya disuruh ke Jogja untuk ikut seleksi. Setelah seleksi, negosiasi, dan izin ke kantor, saya berangkat lagi ke Jogja awal bulan Desember 2004. 13 hari saya di Jogja, Aceh tsunami.
Apa saja kenangan yang berkesan selama berseragam Laskar Mataram?
Banyak kenangan selama saya bermain dengan PSIM Jogja. Pertama, kalau kita lihat, itu antusias para penonton. Kedua saya lihat pengurusnya serius. Serius dalam arti mereka betul-betul profesional gitu.
Kita sebagai pemain juga dituntut. Meskipun saya sebagai pemain dari luar, saya punya komitmen pribadi untuk membuat PSIM Jogja menjadi lebih baik karena pengurusnya punya target. Ya kalau dulu 2005 kan untuk promosi. Kita sebagai pemain tidak berpikir untuk hal non-teknis. Kita hanya berpikir teknik secara individu dan arahan dari tim pelatih.
Ketiga, teman-teman yang ada di skuad PSIM Jogja, terutama yang memang asli Jogja. Bahkan sampai sekarang beberapa dari mereka masih silaturahmi dengan saya.
Mencetak gol di pertandingan Final Divisi Satu 2005, bagaimana perasaan seorang Azhari?
Alhamdulillah. Itu kan disiarkan secara langsung waktu itu di TVRI. Keluarga saya di Aceh juga nonton. Secara individu bisa buat gol di menit 10 kalau tidak salah. Kita juga bisa juara di Stadion Si Jalak Harupat. Luar biasa antusias penonton dan penerimaan kami di Jogja. Banyak hal menjadi memori yang tidak bisa dilupakan.
Waktu itu banyak yang nonton langsung di stadion. Satu tribun utama yang datang hanya Brajamusti dan Brajamolek semua yang datang. Karena dari Jogja mereka tinggal naik kereta api. Begitu kami sampai di Jogja, kami diarak keliling kota. Habis itu kita juga dapat hadiah sepeda motor. Sangat berkesan itu. Sepeda motornya saya bawa ke Aceh untuk orang tua.
Saat final itu, tidak hanya pemain yang dibawa untuk datang tanding, tapi keluarga pemain yang di Jogja juga ikut. Ya itu lah jika manajemennya bagus, semuanya ditanggung termasuk hotel dan tiket. Kami tidur di Ciwidey waktu itu.
Kalau momen spesial dengan suporter bagaimana?
Pengalaman saya dengan suporter banyak, mereka sangat mendukung saya. Pernah suatu kejadian mungkin Brajamusti generasi lama tau. Waktu kita naik Divisi Utama, saya tiga pertandingan tidak dipasang oleh pelatih. Saat itu pelatihnya belum Sofyan Hadi.
Saat latihan persiapan melawan Persib Bandung, Brajamusti bawa spanduk untuk mendukung saya. Mereka mendesak pelatih untuk memainkan saya di pertandingan berikutnya. Sedangkan saya di Divisi Satu main terus, tapi begitu naik tidak pernah dipasang. Sampai Pak Yoyok, Manajer waktu itu telpon saya untuk main.
Para suporter tidak pernah menganggap saya orang luar meskipun bukan orang Jogja asli. Bahkan mereka sampai menjuluki saya Lampard-nya Jogja.
Siapa saja penggawa PSIM Jogja yang masih berkomunikasi dengan Azhari?
Ada beberapa pemain yang masih menyambung silaturahmi dengan saya. Ada Donny, Roby, Capt Marjono, Hatri, dan Ony. Bahkan kalau sama Ony masih sering video call.
Apa harapan untuk PSIM Jogja ke depannya?
Saya melihat dari antusias para suporter, saya berharap PSIM Jogja bisa lolos ke Liga 1. Tapi itu tidak lepas juga dari target manajemen. Kalau memang manajemen punya target, pasti mereka jauh-jauh hari sudah menyiapkan dengan baik. Insyaallah dengan kondisi sekarang yang lebih fair, bisa lolos ke kasta tertinggi.
Apakah masih aktif di dunia sepak bola saat ini?
Dulu 2015-2017 pernah melatih tim Liga 3. Kita juara Aceh dan sempat tanding di Bantul. Tapi setelah itu saya punya jabatan di kantor, punya amanah, tidak bisa diterbagi.