Tahun 1997 menjadi kenangan indah bagi Erry Abdullah. Pria kelahiran Aceh itu adalah bagian skuad yang mengantarkan PSIM Jogja promosi ke kasta tertinggi Liga Indonesia. Kehadirannya membuat materi pemain di tim berjuluk Laskar Mataram menjadi lebih kuat. Kini, pria yang juga bekerja sebagai Pelatih Kiper Persipasi Kota Bekasi itu menceritakan pengalaman-pengalamannya selama membela PSIM Jogja.

  • Kesibukannya apa nih?

Ya sementara ini sibuk melatih. Selama liga belum mulai, saya bantu melatih di SSB-SSB, saat ini di SSB Mas di Lapangan Minggiran. Kalau kemarin Persipasi Kota Bekasi yang berada di Liga 3. Kalau kemarin kan di zona Jawa Barat, kita Persipasi juara, berarti tahun depan sudah mendapat slot nasional (untuk Liga 3). Tapi masih belum tahu juga tahun depan masih di sana atau enggak.

  • Apa sih alasan tertarik menjadi pemain sepak bola?

Saya kebetulan dari Aceh aslinya. Dulu saya itu ikut Piala Ornas U-15 di Jakarta. Dan kebetulan saat itu Aceh juara pada tahun 1989, terus tahun 1990 saya dipanggil Timnas Indonesia U-16. Saya bergabung selama 2 tahun dan kebetulan tesnya di Ragunan. Kemudian tahun 1991 atau 1992, saya lulus sekolah dan selesai dari Timnas, saya lalu ke Jogja untuk gabung Perkesa Mataram sebagai klub profesional pertama saya yang dilatih Iswadi Idris.

  • Gimana nih ceritanya bermain sepak bola profesional?

Kalau dulu saya pertama kali di Perkesa Mataram, terus ganti Mataram Putra. Jadi itu lah awal saya berkarier di profesional. Itu di tahun 1992, saya diambil Iswadi Idris sampai tahun 1996.

  • Kalau bergabung di PSIM Jogja kapan?

Saya mulai masuk PSIM tahun 1997 dan kebetulan ketua umumnya saat itu, Idham Samawi. Saat itu, PSIM masih berada di Liga 2 kalau sekarang, kalau dulu namanya Divisi 1.

  • Apa aja kenangan berkesan selama menjadi pemain PSIM Jogja?

Kalau di PSIM itu kenangan paling indahnya ketika promosi ke Divisi Utama yang kalau sekarang itu Liga 1. Dulu itu kalau enggak salah PSIM juara dua, sedangkan yang juara satu itu Persikota pada tahun 1997. Cuma saat itu, saya kan kiper, sedangkan PSIM saat itu memakai kiper asing dari Kamerun kalau enggak salah dan dia yang turun terus di pertandingan.

  • Kendati jarang tampil, bagaimana perasaannya mengantarkan PSIM Jogja ke Divisi Utama?

Bangga lah. Kan saat itu saya bareng juga sama Prasetyo Sugiyanto, dan bangga kita, terutama karena di Jogja dengan penonton yang banyak itu kan. Kita bangga bisa promosi ke Divisi Utama, sangat bangga lah.

  • Selama perjalanan menuju Divisi Utama itu, kira-kira ada cerita menarik?

Waktu itu ada pengalaman yang enggak enak lah di Solo, itu ada kerusuhan di Stadion Sriwedari pada tahun 1997. Dan kerusuhan itu dulu sudah terjadi pada 1997 dan saat ini mungkin masih berlanjut kan (di dunia sepak bola Indonesia). Mungkin sekarang udah enggak ada lagi pertikaian sejak Tragedi Kanjuruhan dan mudah-mudahan enggak terjadi lagi insiden tersebut.

  • Kalau kenangan lucu dari supporter?

Kalau dulu itu ada Pak Narno dan Pak Sadiman yang dikenal kocak. Mereka bikin kocak kalau ada di tribun, jadi rasanya ramai gitu. Dan Pak Narno dan Pak Sadiman itu sering saut-sautan di stadion, tapi ya dengan nada bercanda pastinya, saling berbalas pantun seperti bercanda. Jadi orang yang melihatnya itu seperti mereka marah, tapi aslinya bercanda. Dan itu membuat para pemain mengurangi rasa tegang.

  • Jadi dulu gimana sih cerita-cerita di balik layar selama perjalanan ke Divisi Utama?

Kalau itu sih biasa saja, karena target kita kan memang lolos, kemudian materi-nya enggak dari Jogja, kemudian ada yang dari Jawa Timur, lalu ditambah amunisi asing, apalagi kan itu dulu dari kiper dan gelandang ya cuma dua sih asingnya. Kita latihan dengan normal, dan tentu happy, tidak ada rasa tegang.

  • Setelah ke PSIM ke mana?

Setelah dari PSIM, saya pergi ke PSS Sleman tapi cuma satu musim di tahun 1998, tapi itu kemudian liga dihentikan karena krisis moneter. Habis dari PSS Sleman, saya kemudian ke Persiba Bantul pada tahun 2000. Kalau dulu Persiba Bantul itu kalau sekarang seperti Liga 3, tapi bisa promosi ke Liga 2.

  • Masihkah ada kedekatan dengan pemain-pemain PSIM Jogja yang dulu?

Karena mungkin kesibukan masing-masing kita jadi jarang ketemu, meski begitu kita juga sering bertemu seperti sama Prasetyo, sama dia kadang sering ketemu. Lalu yang lebih legend lagi ada Pak Siswadi Gancis, yang lebih legend dan lebih top lagi, apalagi ketika saat saya masih main di Perkesa dan dia adalah kiper top. Kita juga sering ikut dan kadang sering ketemu di PSIM Legends, tapi akhir-akhir ini beliau juga sudah jarang hadir. Tapi, kita tetap kumpul, terutama ketika PSIM Legends, ya paling enggak silahturahmi itu menyenangkan. Kalau kita soal menang dan kalah itu kita para orang tua gak masalah ya, yang penting kita happy bisa kumpul. Kalah dan menang itu bukan tujuan, yang penting bisa kumpul dengan orang yang enggak pernah ketemu lalu jadi ketemu.

  • Apa saja nih harapan untuk PSIM Jogja?

Harapan saya untuk PSIM sekarang dan masyarakat Jogja adalah PSIM bisa lolos ke Liga 1. Mungkin sekarang PSIM belum kelihatannya, tapi saya kira PSIM untuk pembentukan timnya sudah ada ya sekarang dan mungkin sudah siap ya. Mudah-mudahan bisa lolos ke Liga 1 musim depan. Dan satu lagi untuk supporter, kalau bisa dukung dengan sportif dan jangan bikin kerusuhan, karena tahun ini Pak Erick Thohir (Ketua PSSI) itu bilang kalau supporter bikin kerusuhan bisa terancam poin dikurangi, jadi saya harap supporter itu dewasa dan siap menerima hasil apapun, sehingga kalau kita menang kita bisa bersyukur dan kalau kalah bisa berpikir bahwa masih ada hari esok. Jadi, didukung terus apapun hasilnya. Jangan sampai ada insiden seperti Tragedi Kanjuruhan, karena saya baca berita kalau insiden tersebut terjadi, maka semua pertandingan lain bisa dihentikan, mungkin bisa berdampak pada semua liga ya, nanti kan yang rugi itu kan semuanya, misal pemain, pelatih, bahkan supporter sendiri. PSIM itu sudah bagus, waktu dulu pernah masuk babak playoff ke semifinal, dan mudah-mudahan tahun berikutnya bisa sampai final dan otomatis kalau di final kan pasti promosi.

  • Ada pesan-pesan untuk menularkan semangat tahun 1997 ke pemain-pemain PSIM Jogja saat ini?

Intinya kalau tampil itu kalau bisa rileks, dan menikmati permainan, lalu menunjukkan semangat juang karena disaksikan penonton di mana pun berada, karena disaksikan juga di laga away dan enggak cuma home. Lalu munculkan dedikasi tinggi bahwa ‘PSIM juga bisa’. Saya berharap PSIM juga bisa bermain dengan daya semangat tinggi. Itu saja sih yang penting.

Share this :
admin
July 27, 2023
Tags: , , ,

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *