Bagi publik Jogja khususnya pecinta PSIM Jogja di era 80-an, nama Susilo Harso bukanlah nama yang asing di telinga. Membela PSIM Jogja selama 15 tahun, pria yang akrab disapa Pak Sus ini menceritakan kisahnya kala menjadi bagian dari Laskar Mataram. Berikut hasil interview bersama salah satu legenda PSIM Jogja tersebut:

Dari tahun berapa Pak Sus membela PSIM Jogja?

Saya membela PSIM mulai tahun 1978 dalam tim Soeratin yang dilatih oleh Bapak Alm. Drs. Soewarno KR, dosen UNY dan terakhir membela PSIM pada tahun 1993.

Boleh diceritakan perjalanan karier Pak Sus dari SSB hingga waktu itu bisa masuk PSIM Jogja?

Dulu tidak ada SSB, hanya ada tim junior di masing-masing klub anggota PSIM Jogja. Untuk perekrutan tim Soeratin sendiri terlebih dulu diadakan kompetisi junior antar klub, kemudian ada tim pemandu bakat yang bertugas memantau para pemain yang dipandang pantas untuk diambil ke PSIM junior. Disela-sela persiapan tim Soeratin pada tahun 1981, ada tim Pelajar DIY yang ikut kompetisi antar pelajar se-Indonesia yang namanya POPSI (Pekan Olahraga Pelajar Seluruh Indonesia), dan saya termasuk satu diantara 17 pemain yang dipanggil.

Pada akhir tahun 1982 atau 1983 ada tim galatama yang hijrah ke Yogyakarta, kemudian seluruh pemain PSIM direkrut namun ada 3 atau 4 pemain yang tidak bersedia karena alasan pekerjaan. Terus pada tahun 1983 PSIM harus ikut kompetisi divisi 1 PSSI, padahal pemainnya tidak siap karena banyak yang berpindah ke Saribumiraya.

Kemudian beberapa pemain junior dipaksa untuk ikut antara lain, saya, Mas Gancis, Mas Gunarto, Mas Gito, Mas Haryono dll untuk ikut membela tim PSIM senior padahal umur saya waktu itu belum genap 18 tahun. Karena dorongan orang tua, suporter PSIM dan tentunya tim pelatih PSIM, kami yang masih junior berlatih keras agar nantinya tidak mengecewakan para pendukung. Dan kami bersyukur karena harapan para suporter terpuaskan, kami tampil dengan penuh semangat dan dapat menjadi yang terbaik di Kompetisi Jateng DIY, sehingga bisa tampil di Divisi 1 kala itu. (Sekedar catatan, dulu asprov DIY dan Jawa Tengah masih menjadi satu).

Momen paling berkesan yang sulit untuk dilupakan selama membela PSIM Jogja?

Momen yang paling berkesan pada saat babak semifinal divisi 1 lawan Persitara, karena saat itu pada babak pertama kita sudah unggul 2-0, namun diawal babak kedua, tim PSIM kebobolan 2 gol sehingga skor menjadi 2-2. Padahal saat itu stamina teman-teman sudah habis dan kedodoran lalu pelatih saya Pak Djono (Drs.Soedjono) dari pinggir lapangan memanggil saya untuk mematikan gerakan gelandang energik Persitara yaitu Jefri Samuel. Saya merespon instruksi pelatih, bukan hanya mematikan tapi meminggirkan secara permanen pemain tersebut dengan cara saya ganjal dengan keras di tengah lapangan. Sehingga memantik teman-temannya untuk menginjak kepala saya.

Kesan saya ketika itu para suporter yang kebanyakan dari Jogja tidak terima saya diinjak, kemudian semua masuk lapangan gantian menghajar para pemain Persitara Jakarta Utara. Inilah momen yang tidak pernah saya lupakan, dan saya sangat terima kasih sekali kepada para pendukung PSIM yang sangat menghargai jerih payah pemain.

Suka duka yang Pak Sus rasakan ketika menjadi pemain PSIM Jogja di era 80-an?

Sukanya, saya menjadi orang yang dikenal di Jogja terutama para penggemar sepak bola dan bisa dolan kemana-mana dengan teman-teman main bola. Dukanya, selama membela PSIM, PSIM Jogja selalu dikerjai oleh oknum-oknum pengurus sepak bola di Indonesia agar supaya tidak bisa masuk jajaran tim elite di Indonesia.

Pada era 80-an, PSIM Jogja banyak melawan tim dari luar negeri, momen yang paling berkesan menurut Pak Sus saat melawan tim mana?

Yang paling berkesan melawan tim klub dari Korea Selatan (sebagian besar pemain nasional Korsel) karena tembakannya kencang sekali dan sportif banget. Sebelum melawan tim Korea Selatan, satu hari sebelumnya saya melangsungkan pernikahan, dan pada waktu acara pernikahan itu ada satu pelatih yang membisikan ketelinga saya, “harap jaga kondisi karena besok akan melawan club dari Korsel”.

Pemain yang paling dekat dengan Pak Sus ketika bermain di PSIM Jogja?

Mas Maryono, karena dia pemain senior dan partner saya dibelakang. Tidak hanya itu, dia menjadi idola dan panutan saya.

Selama membela PSIM Jogja, siapa pelatih yang paling berkesan di mata Pak Sus, dan kenapa?

Bapak Drs. Soedjono. Bila memberikan instruksi tidak bertele-tele. Karena latar belakangnya dosen jadi apabila mengevaluasi juga enak dicerna.

Apa yang membuat Pak Sus memilih menjadi pelatih SSB (Sekolah Sepak Bola) setelah gantung sepatu?

Sebenarnya saya bukan pelatih seperti kebanyakan orang. Saya hanya membimbing anak-anak di SSB. Gama Jogja untuk dapat bermain seoak bola yang baik dan benar serta ber-etika. Latar belakang yang membuat saya menggeluti ini karena amanat dari pelatih pertama saya dulu Bapak Koentadi (wasit nasional). Dahulu secara pribadi berpesan pada saya, “besok kalau kamu jadi pemain PSIM jangan lupa membimbing anak anak di Jogja untuk bermain bola”.

Disamping itu misi pribadi saya untuk membina anak-anak bermain bola yakni :

  1. Mengurangi kenakalan remaja
  2. Anak menjadi sehat karena olah raga dan mencarikan teman teman dengan kegiatan yang positif.

Bila nanti mereka tidak menjadi pemain sepak bola profesional, paling tidak kalau jadi suporter tidak waton bengok, karena dia sudah merasakan sepak bola tidak mudah dan ada aturannya.

Share this :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *